Mengenal Qazaf: Apa Itu Sebenarnya dan Apa Hukumnya?
Mengenal Lebih Dekat Apa Itu Qazaf¶
Definisi dan Makna Bahasa¶
Secara bahasa, kata qazaf (قذف) dalam bahasa Arab berarti melempar atau melontarkan sesuatu. Namun, dalam konteks syariat Islam, makna kata ini bergeser menjadi pelemparan atau lontaran tuduhan yang sangat serius terhadap seseorang. Tuduhan ini bukan sembarang tuduhan, tapi tuduhan yang spesifik berkaitan dengan kehormatan diri, khususnya tuduhan berzina atau tuduhan yang menafikan nasab (garis keturunan) seseorang.
Bayangkan seperti melempar batu kotor ke arah orang lain; itulah gambaran kasar bagaimana qazaf ini merusak reputasi dan kehormatan seseorang. Makanya, dalam hukum Islam, qazaf dianggap sebagai perbuatan yang sangat tercela dan memiliki konsekuensi hukum yang berat. Ini bukan sekadar gosip biasa, melainkan tuduhan yang merusak fondasi kehormatan seseorang dan keluarganya.
Qazaf dalam Konteks Syariat¶
Dalam syariat Islam, qazaf merujuk pada tindakan menuduh seorang muslim yang ‘afif (menjaga kesucian diri, terhormat, dan tidak pernah melakukan perbuatan keji) telah berzina, atau menuduh seseorang (terutama wanita) telah melahirkan anak dari hasil zina, atau menafikan nasab anak seseorang (misalnya mengatakan “itu bukan anakmu karena istrimu berzina”). Tuduhan ini harus dilontarkan tanpa disertai bukti yang sah menurut syariat.
Hukum Islam memandang qazaf sebagai kejahatan serius karena dampaknya yang sangat merusak. Tuduhan zina, apalagi tanpa bukti, bisa menghancurkan reputasi seseorang seumur hidup, menimbulkan konflik keluarga, bahkan merusak tatanan sosial. Islam sangat menjunjung tinggi kehormatan individu, dan qazaf adalah serangan langsung terhadap nilai luhur tersebut.
Image just for illustration
Kedudukan Qazaf dalam Hukum Islam: Dosa Besar dan Hukuman Berat¶
Qazaf bukan hanya sekadar dosa kecil, melainkan termasuk dalam kategori dosa besar. Allah SWT dan Rasul-Nya secara tegas melarang perbuatan ini dan menetapkan hukuman khusus bagi pelakunya. Ini menunjukkan betapa seriusnya Islam memandang masalah fitnah yang berkaitan dengan kehormatan diri ini.
Termasuk dalam kategori al-kaba’ir (dosa-dosa besar), qazaf disejajarkan dengan dosa-dosa berat lainnya. Ini karena kerusakannya tidak hanya menimpa individu yang dituduh, tetapi juga berdampak luas pada keluarga, masyarakat, dan bahkan kepercayaan terhadap sistem hukum. Ketika fitnah dibiarkan tanpa sanksi, kepercayaan terhadap keadilan akan terkikis.
Dasar Hukum dari Al-Quran dan Hadits¶
Larangan qazaf dan ketentuan hukumannya disebutkan secara eksplisit dalam Al-Quran, tepatnya di Surah An-Nur ayat 4:
“Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka buat selama-lamanya. Dan mereka itulah orang-orang yang fasik.” (QS. An-Nur: 4)
Ayat ini adalah dalil utama mengenai hukuman qazaf. Allah sendiri yang menetapkan hukumannya, yaitu dicambuk 80 kali dan kesaksiannya ditolak seumur hidup, serta dicap sebagai orang fasiq (durhaka). Ini menunjukkan bahwa hukuman ini adalah hadd, yaitu hukuman yang telah ditetapkan kadar dan bentuknya oleh syariat, dan tidak boleh diubah atau diganti oleh siapapun.
Selain Al-Quran, banyak hadis Nabi Muhammad SAW yang menguatkan larangan qazaf dan memasukkannya dalam daftar dosa yang membinasakan. Salah satu hadis terkenal adalah tentang tujuh dosa yang membinasakan, di mana qazaf terhadap wanita suci disebutkan di dalamnya. Nabi SAW bersabda:
“Jauhilah tujuh perkara yang membinasakan.” Para Sahabat bertanya, “Apa saja itu, ya Rasulullah?” Beliau menjawab, “(1) Menyekutukan Allah, (2) Sihir, (3) Membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali dengan haq, (4) Makan riba, (5) Makan harta anak yatim, (6) Lari dari medan perang, dan (7) Menuduh wanita-wanita mukmin yang suci (berzina) dengan tuduhan zina.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadis ini semakin menegaskan bahwa qazaf adalah perbuatan yang sangat berbahaya dan bisa menghancurkan pelakunya, baik di dunia maupun di akhirat. Konsekuensi di dunia adalah hukuman hadd, sementara di akhirat adalah ancaman siksa neraka jika tidak bertaubat.
Hukuman Hadd bagi Pelaku Qazaf: 80 Kali Cambukan dan Dampak Lainnya¶
Sebagaimana disebutkan dalam QS. An-Nur ayat 4, hukuman hadd bagi pelaku qazaf terdiri dari tiga komponen utama:
- Dicambuk sebanyak 80 kali: Ini adalah hukuman fisik yang bertujuan memberikan efek jera dan membersihkan dosa pelaku di dunia. Hukuman cambuk ini dilakukan dengan cara yang tidak sampai merusak anggota tubuh atau menyebabkan kematian, namun tetap memberikan rasa sakit yang signifikan.
- Kesaksiannya ditolak buat selama-lamanya: Ini adalah hukuman sosial yang sangat berat. Pelaku qazaf kehilangan kredibilitasnya di mata hukum dan masyarakat. Kesaksiannya di pengadilan atau dalam urusan penting lainnya tidak akan diterima lagi. Ini efektif mengebiri peran sosialnya sebagai saksi yang dipercaya.
- Dicap sebagai orang fasiq: Fasiq adalah orang yang keluar dari ketaatan kepada Allah, melakukan dosa besar, atau terus-menerus melakukan dosa kecil. Status fasiq ini melekat pada pelaku qazaf sampai ia bertaubat dengan sungguh-sungguh dan memperbaiki diri. Status fasiq ini juga yang menyebabkan kesaksiannya ditolak.
Ketiga komponen hukuman hadd ini menunjukkan betapa seriusnya syariat menangani qazaf. Ini bukan sekadar sanksi ringan, melainkan hukuman yang merusak reputasi pelaku itu sendiri, setimpal dengan kerusakannya terhadap reputasi orang lain. Hukuman ini berlaku jika tuduhan qazaf tidak bisa dibuktikan dengan saksi yang sah.
Image just for illustration
Syarat-syarat Terjadinya Qazaf¶
Tidak setiap tuduhan zina otomatis dianggap qazaf yang berhak mendapatkan hukuman hadd. Ada syarat-syarat tertentu yang harus terpenuhi, baik pada diri penuduh (qādzif), orang yang dituduh (maqzūf), maupun bentuk tuduhan itu sendiri. Jika salah satu syarat ini tidak terpenuhi, tuduhan tersebut mungkin tetap dosa dan keji, tapi tidak dikenakan hadd qazaf, melainkan bisa jadi dikenakan hukuman ta’zir (hukuman yang ditentukan oleh penguasa/hakim berdasarkan kemaslahatan).
Syarat pada Penuduh (Qādzif)¶
Agar seorang penuduh bisa dijatuhi hukuman hadd qazaf, ia harus memenuhi syarat-syarat berikut:
- Mukallaf: Artinya, berakal dan baligh (dewasa). Anak kecil atau orang gila yang menuduh tidak dikenakan hadd qazaf, meskipun wali atau pihak yang bertanggung jawab atas mereka bisa dikenakan sanksi ta’zir jika dianggap lalai.
- Atas kemauan sendiri: Tuduhan itu dilontarkan bukan karena paksaan.
- Mengetahui keharaman qazaf: Ini adalah syarat menurut sebagian ulama, meskipun mayoritas ulama berpendapat ketidaktahuan tentang hukum tidak menggugurkan hadd qazaf jika pelakunya hidup di lingkungan muslim.
Jika penuduh adalah budak, hukuman hadd cambuknya diringankan menjadi 40 kali menurut sebagian besar ulama, sesuai dengan kaidah bahwa hukuman hadd budak adalah separuh dari orang merdeka.
Syarat pada Tertuduh (Maqzūf)¶
Orang yang dituduh (maqzūf) juga harus memenuhi syarat tertentu agar tuduhan terhadapnya dianggap sebagai qazaf yang mengharuskan penuduh dihukum hadd. Syarat-syaratnya adalah:
- Muslim: Tuduhan zina terhadap non-muslim dzimmi (yang hidup di bawah perlindungan negara Islam) tetap dilarang dan bisa dikenakan ta’zir karena merusak kehormatan, tetapi bukan hadd qazaf yang spesifik untuk tuduhan zina terhadap muslim. Tuduhan terhadap non-muslim harbi (yang memusuhi Islam) tidak termasuk qazaf.
- Baligh dan Berakal: Tuduhan zina terhadap anak kecil atau orang gila tidak termasuk qazaf yang berhak hadd, meskipun tetap perbuatan keji dan bisa kena ta’zir.
- Merdeka: Tuduhan zina terhadap budak muslim tidak dikenakan hadd qazaf terhadap penuduhnya, meskipun tetap bisa dikenakan ta’zir.
- ‘Afif (Menjaga kesucian): Ini syarat paling penting. Orang yang dituduh haruslah seseorang yang dikenal menjaga diri dari perbuatan zina, belum pernah terbukti berzina sebelumnya, dan memiliki reputasi baik. Jika orang yang dituduh memang sudah dikenal sering berzina (pezina muhsan atau ghairu muhsan yang sudah pernah dihukum), maka menuduhnya tidak dianggap qazaf yang mengharuskan hadd, meskipun sebaiknya tetap menjaga lisan.
Intinya, qazaf adalah menuduh zina atau menafikan nasab terhadap orang muslim yang baik-baik dan menjaga kehormatan dirinya.
Syarat pada Tuduhan itu Sendiri¶
Bentuk tuduhan juga harus jelas dan spesifik. Tuduhan yang termasuk qazaf adalah:
- Tuduhan Zina yang Jelas: Mengatakan secara eksplisit “Kamu berzina” atau “Kamu telah melakukan zina”. Menggunakan kata-kata sindiran atau kiasan yang tidak secara langsung menuduh zina (misalnya, “Dasar pelacur” atau “Anak haram”) bisa jadi tidak termasuk hadd qazaf menurut sebagian ulama, tetapi tetap perbuatan keji yang bisa dikenakan ta’zir. Namun, jika kiasan itu sudah umum dipahami sebagai tuduhan zina, sebagian ulama lain menganggapnya bisa termasuk qazaf.
- Tuduhan yang Menafikan Nasab: Mengatakan “Anak ini bukan anakmu” kepada seseorang dengan maksud bahwa anak tersebut hasil dari zina istrinya. Ini juga termasuk qazaf karena secara implisit menuduh istri berzina.
Tuduhan keji lainnya yang tidak berkaitan dengan zina (misalnya menuduh mencuri atau minum khamr) adalah kebohongan atau fitnah, tetapi tidak termasuk qazaf yang dikenakan hadd 80 cambukan. Tuduhan-tuduhan itu bisa dikenakan hukuman ta’zir.
Bagaimana Hukuman Hadd Qazaf Bisa Gugur atau Dihindari?¶
Hukuman hadd qazaf yang berat itu bukan tanpa jalan keluar. Ada beberapa cara yang sah menurut syariat agar penuduh tidak dijatuhi hukuman hadd tersebut. Jalan keluar ini bertujuan untuk menegakkan keadilan, memberikan kesempatan bagi penuduh untuk membuktikan tuduhannya, atau menyelesaikan masalah dengan cara yang Islami.
Menghadirkan Saksi (Empat Saksi)¶
Cara paling utama untuk menghindari hukuman hadd qazaf adalah dengan membuktikan kebenaran tuduhan zina tersebut. Pembuktian zina dalam Islam adalah dengan menghadirkan empat orang saksi laki-laki yang adil. Para saksi ini harus melihat langsung perbuatan zina tersebut dengan mata kepala mereka, sejelas melihat benang masuk ke dalam jarum, bahkan para ulama menggambarkan saking jelasnya seperti melihat mil fil mukhal (celak masuk ke dalam tempatnya).
Jika penuduh berhasil mendatangkan empat saksi yang memenuhi syarat dan memberikan kesaksian yang konsisten tentang terjadinya zina, maka tuduhannya terbukti benar. Dalam kasus ini, bukan penuduh yang dihukum, melainkan orang yang dituduh itulah yang dijatuhi hukuman zina (hadd zina), baik cambuk (jika belum menikah) atau rajam (jika sudah menikah). Namun, jika penuduh hanya bisa mendatangkan kurang dari empat saksi, atau saksi-saksi tersebut memberikan kesaksian yang berbeda atau tidak meyakinkan, maka tuduhan zina tidak terbukti, dan si penuduh itulah yang akan dikenakan hadd qazaf sebanyak 80 cambukan.
Pengakuan dari Tertuduh¶
Jika orang yang dituduh zina mengakui perbuatannya secara sukarela, maka tuduhan penuduh menjadi benar berdasarkan pengakuan itu. Pengakuan zina ini harus diucapkan sebanyak empat kali dalam kondisi sadar dan sehat akal. Jika ini terjadi, maka orang yang dituduh tersebut akan dikenakan hadd zina, dan penuduhnya terbebas dari hadd qazaf.
Pengakuan ini harus benar-benar sukarela, tanpa paksaan atau intimidasi. Jika pengakuan dilakukan di bawah tekanan, maka tidak sah secara syariat. Ini menunjukkan betapa hati-hatinya Islam dalam menetapkan hukuman, bahkan pengakuan pun harus diulang beberapa kali untuk memastikan kesungguhan dan kesadaran pelakunya.
Mekanisme Li’an: Solusi Khusus Antar Suami Istri¶
Kasus qazaf yang terjadi antara suami dan istri memiliki mekanisme penyelesaian khusus yang disebut li’an (الملاعنة). Li’an adalah sumpah-menyumpah antara suami dan istri di depan hakim, di mana suami bersumpah bahwa tuduhannya benar, dan istri bersumpah bahwa tuduhan suaminya adalah dusta. Mekanisme ini diatur dalam Surah An-Nur ayat 6-9.
Proses Li’an¶
Proses li’an biasanya terjadi ketika suami menuduh istrinya berzina, atau menafikan nasab anak yang dikandung atau dilahirkan istrinya, sementara suami tidak bisa mendatangkan empat saksi. Jika kasus ini dibawa ke hakim syariat, proses li’an akan dilakukan:
- Suami bersumpah empat kali: Suami bersumpah di hadapan hakim empat kali, “Aku bersaksi dengan nama Allah bahwa aku benar dalam tuduhanku bahwa istriku telah berzina (atau anak ini bukan anakku karena dia berzina).”
- Suami bersumpah kelima: Setelah empat kali sumpah, pada sumpah kelima, suami berkata, “Laknat Allah atasku jika aku termasuk orang yang berdusta dalam tuduhan ini.”
- Istri bersumpah empat kali: Jika istri menolak tuduhan suami, ia bersumpah di hadapan hakim empat kali, “Aku bersaksi dengan nama Allah bahwa suamiku adalah orang yang berdusta dalam tuduhan ini terhadapku.”
- Istri bersumpah kelima: Setelah empat kali sumpah, pada sumpah kelima, istri berkata, “Murka Allah atasku jika suamiku termasuk orang yang benar dalam tuduhan ini.”
Implikasi Li’an¶
Setelah proses li’an selesai dilakukan oleh kedua belah pihak (suami dan istri), ada beberapa implikasi hukum yang sangat penting:
- Terhindar dari Hadd: Baik suami maupun istri terhindar dari hukuman hadd, suami terhindar dari hadd qazaf dan istri terhindar dari hadd zina.
- Pemisahan (Fasakh) Pernikahan: Pernikahan antara suami dan istri tersebut secara otomatis batal (fasakh) dan mereka tidak boleh rujuk kembali selamanya. Ini adalah solusi drastis untuk mengakhiri rumah tangga yang sudah tidak mungkin dipertahankan karena tuduhan serius seperti itu.
- Penafian Nasab Anak: Jika suami menafikan nasab anak melalui li’an, maka anak tersebut nasabnya tidak lagi dinisbatkan kepada suami. Anak tersebut hanya dinisbatkan kepada ibunya. Nafkah anak menjadi tanggung jawab ibu.
- Warisan: Suami dan istri tidak saling mewarisi setelah terjadi li’an.
Li’an adalah mekanisme unik yang disediakan Islam untuk menyelesaikan konflik qazaf dalam rumah tangga ketika bukti saksi tidak ada. Ini memberikan pilihan antara hukuman hadd yang berat atau perpisahan yang drastis, sekaligus menjaga kehormatan dan keadilan bagi kedua belah pihak.
Hikmah Dibalik Larangan dan Hukuman Qazaf¶
Larangan dan hukuman berat terhadap qazaf bukan tanpa alasan. Syariat Islam menetapkannya dengan hikmah dan tujuan yang mulia demi kemaslahatan individu, keluarga, dan masyarakat secara keseluruhan.
Menjaga Kehormatan Individu dan Keluarga¶
Salah satu tujuan utama syariat Islam adalah menjaga ardh (kehormatan diri). Qazaf adalah serangan paling keji terhadap ardh. Dengan melarang dan menghukum keras pelakunya, Islam melindungi individu dari fitnah keji yang bisa menghancurkan reputasi, menimbulkan aib bagi diri dan keluarga, serta menyebabkan penderitaan psikologis yang mendalam. Hukuman hadd memberikan jaminan bahwa kehormatan seorang muslim itu mahal dan tidak bisa dinodai sembarangan tanpa bukti.
Melindungi Garis Keturunan (Nasab)¶
Tuduhan zina atau penafian nasab memiliki dampak langsung pada kejelasan garis keturunan. Dalam Islam, menjaga nasab (genealogi) adalah hal yang sangat penting, berkaitan dengan hak waris, perwalian nikah, kemahraman, dan hak serta kewajiban lainnya. Qazaf bisa mengacaukan nasab, terutama tuduhan yang menafikan nasab anak. Dengan menghukum pelakunya, Islam melindungi keabsahan nasab dalam keluarga muslim. Mekanisme li’an juga secara spesifik menangani masalah nasab anak dalam kasus tuduhan antar suami istri.
Memelihara Ketertiban Sosial¶
Fitnah dan tuduhan keji, terutama yang berkaitan dengan moral, sangat berbahaya bagi stabilitas masyarakat. Jika qazaf dibiarkan merajalela, masyarakat akan dipenuhi kecurigaan, permusuhan, dan kekacauan. Kepercayaan antarindividu akan runtuh, dan aib bisa menimpa siapa saja hanya karena tuduhan tak berdasar. Hukuman hadd qazaf berfungsi sebagai benteng sosial yang mencegah penyebaran fitnah, mendorong orang untuk berhati-hati dalam berbicara, dan menjaga suasana saling percaya serta menghormati kehormatan orang lain.
Qazaf di Era Modern: Tantangan dan Relevansinya¶
Di era digital dan media sosial saat ini, qazaf mengambil bentuk yang mungkin berbeda, tetapi esensinya tetap sama: menuduh kehormatan seseorang tanpa bukti yang sah. Penyebaran informasi yang cepat dan seringkali tanpa verifikasi menimbulkan tantangan baru terkait qazaf.
Pembuktian Tuduhan di Era Digital¶
Tuduhan keji kini bisa dilontarkan melalui postingan di media sosial, komentar, atau pesan instan. Membuktikan qazaf di era ini bisa lebih kompleks. Siapa penuduhnya? Apakah akun tersebut asli atau palsu? Apakah tuduhan itu memang jelas menuduh zina atau hanya berupa kiasan yang sangat kasar? Sistem hukum yang mengacu pada syariat harus mampu beradaptasi untuk menerapkan prinsip-prinsip qazaf dalam konteks bukti digital dan jejak daring.
Di beberapa negara muslim, undang-undang tentang pencemaran nama baik atau cyberbullying mungkin digunakan untuk menangani kasus tuduhan keji semacam ini, meskipun sanksinya mungkin berbeda dari hadd qazaf yang ditetapkan syariat. Namun, prinsip dasarnya tetap relevan: tuduhan keji yang merusak kehormatan harus ada konsekuensinya.
Implikasi Sosial dan Hukum Kontemporer¶
Relevansi hukum qazaf tetap tinggi karena kehormatan individu dan keluarga adalah nilai universal yang harus dilindungi. Penerapan hadd qazaf secara penuh mungkin memerlukan prasyarat sistem hukum yang mengadopsi syariat secara komprehensif. Namun, semangat di balik hukum qazaf – yaitu kehati-hatian luar biasa dalam menuduh, pentingnya verifikasi (tabayyun), dan perlindungan kehormatan – sangat relevan dalam kehidupan sehari-hari di era apapun.
Kesulitan dalam memenuhi syarat empat saksi adil untuk pembuktian zina seringkali menjadi alasan mengapa hukuman hadd zina jarang diterapkan. Justru, akibat dari kesulitan pembuktian ini adalah semakin pentingnya hukum qazaf. Dengan menetapkan hukuman berat bagi penuduh yang gagal membuktikan, syariat secara efektif “memaksa” orang untuk tidak sembarangan melontarkan tuduhan zina atau qazaf. Ini adalah salah satu bentuk perlindungan syariat terhadap kehormatan.
Image just for illustration
Tips Menghindari Perbuatan Qazaf¶
Mengingat betapa berbahayanya perbuatan qazaf, penting bagi kita semua untuk menjauhi dan menghindarinya. Berikut beberapa tips praktis:
Bertabayyun (Mencari Kebenaran)¶
Sebelum mempercayai apalagi menyebarkan informasi, terutama yang berkaitan dengan aib atau keburukan orang lain, lakukan tabayyun atau verifikasi. Cari kejelasan dan kebenaran informasi tersebut dari sumber yang bisa dipercaya. Jangan mudah percaya pada rumor atau berita yang belum pasti, apalagi yang datang dari sumber anonim atau tidak jelas. Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Hujurat ayat 6:
“Wahai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka telitilah kebenarannya, agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena kebodohan (kecerobohan), yang akhirnya kamu menyesali perbuatanmu itu.”
Ayat ini secara jelas memerintahkan untuk meneliti berita, apalagi jika datang dari sumber yang diragukan. Ini adalah pondasi untuk menghindari qazaf dan fitnah lainnya.
Berprasangka Baik (Husnuz Zann)¶
Usahakan untuk selalu berprasangka baik (husnuz zann) terhadap saudara sesama muslim. Alihkan pikiran dari kemungkinan-kemungkinan buruk yang belum jelas kebenarannya. Syaitan seringkali membisikkan prasangka buruk untuk memecah belah umat. Nabi SAW bersabda:
“Jauhilah prasangka (buruk), karena prasangka (buruk) itu adalah ucapan yang paling dusta.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dengan berprasangka baik, kita tidak akan mudah menuduh atau menyebarkan hal buruk tentang orang lain.
Menjaga Lisan dan Jempol¶
Era digital membuat kita rentan menyebarkan informasi atau melontarkan tuduhan hanya dengan “jempol”. Ingatlah bahwa setiap perkataan atau tulisan kita akan dimintai pertanggungjawaban. Jaga lisan dan tulisan di media sosial. Pikirkan dampaknya sebelum berbicara atau memposting sesuatu. Lebih baik diam jika tidak tahu atau tidak yakin kebenarannya, daripada berbicara lalu terjerumus dalam fitnah atau qazaf.
Nabi SAW bersabda, “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata baik atau diam.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hukum qazaf mengingatkan kita akan pentingnya menjaga lisan dari tuduhan keji. Ia adalah pengingat serius tentang nilai kehormatan dan perlunya kehati-hatian dalam berbicara tentang orang lain.
Semoga penjelasan ini memberikan gambaran yang jelas tentang apa itu qazaf, hukumannya, dan betapa pentingnya menjaga diri dari perbuatan keji ini demi menjaga kehormatan diri, keluarga, dan masyarakat.
Bagaimana menurut Anda tentang hukum qazaf ini di era sekarang? Punya pengalaman atau pandangan lain? Yuk, berbagi di kolom komentar!
Posting Komentar