Apa Arti Vulgar? Penjelasan Lengkap Biar Nggak Salah Paham

Table of Contents

Pernah dengar kata “vulgar”? Mungkin sering ya. Kata ini sering banget dipakai buat ngatain sesuatu yang dianggap nggak pantes, kasar, atau bahkan jorok. Tapi, sebenarnya apa sih yang dimaksud vulgar itu? Kok rasanya definisinya bisa beda-beda ya tergantung siapa yang ngomong atau lagi di mana? Nah, yuk kita bedah bareng-bareng.

Secara umum, vulgar itu merujuk pada sesuatu yang dianggap kurang sopan, kasar, atau terang-terangan, seringkali terkait dengan hal-hal yang dianggap pribadi atau tabu, seperti seksualitas atau fungsi tubuh. Tapi nggak cuma itu lho, vulgar juga bisa tentang selera yang buruk, kurang beradab, atau nggak sensitif terhadap norma sosial. Jadi, maknanya cukup luas dan nggak tunggal.

Kata “vulgar” sendiri asalnya dari bahasa Latin, yaitu vulgaris. Awalnya, kata ini cuma berarti “umum” atau “milik rakyat jelata” (vulgus). Jadi, bahasa Latin yang vulgaris itu adalah bahasa sehari-hari yang dipakai orang biasa, beda sama bahasa Latin klasik yang dipakai kaum terpelajar atau buat urusan resmi. Lama kelamaan, makna kata ini bergeser.

Pergeseran makna ini terjadi seiring waktu. Sesuatu yang “milik rakyat jelata” atau “umum” seringkali diasosiasikan dengan hal-hal yang kurang terpelajar, kasar, atau nggak halus dibandingkan kebiasaan kaum bangsawan atau terpelajar. Makanya, arti kata “vulgar” pun berubah jadi merujuk pada sesuatu yang dianggap kurang sopan, norak, atau nggak beradab. Nah, di era modern, makna itu berkembang lagi, khususnya terkait ekspresi yang terlalu eksplisit atau terang-terangan, terutama soal seksualitas.

Konteks Adalah Kunci: Kenapa Vulgar Itu Subjektif?

Ini nih bagian paling seru tapi juga bikin bingung. Apa yang dianggap vulgar di satu situasi atau oleh satu orang, belum tentu dianggap vulgar di tempat lain atau oleh orang lain. Kenapa bisa begitu? Karena konteks itu penting banget.

What is considered vulgar in different cultures
Image just for illustration

Ada banyak faktor yang bikin definisi vulgar jadi subjektif:

Budaya dan Norma Sosial

Ini faktor paling gede. Setiap budaya punya aturan dan norma yang beda tentang apa yang pantes dan nggak pantes. Di satu budaya, pakaian tertentu bisa dianggap biasa aja, tapi di budaya lain bisa dianggap sangat vulgar karena terlalu terbuka atau menunjukkan bagian tubuh yang dianggap sakral. Begitu juga soal bahasa, lelucon, atau cara berperilaku. Apa yang oke di satu tempat, bisa jadi big no di tempat lain.

Contohnya, menunjukkan telapak kaki di beberapa negara Asia dianggap nggak sopan atau vulgar, sementara di Barat itu hal yang sangat biasa. Berbicara blak-blakan tentang topik sensitif di depan umum juga bisa dianggap vulgar di beberapa budaya yang lebih tertutup. Norma-norma ini terus berubah seiring waktu, jadi apa yang dianggap vulgar di masa lalu mungkin nggak lagi dianggap vulgar sekarang, begitu juga sebaliknya.

Lingkungan atau Situasi

Dimana kamu berada dan lagi sama siapa itu ngaruh banget. Ngomong jorok sama temen deket pas lagi nongkrong santai mungkin dianggap biasa aja. Tapi kalau ngomong hal yang sama pas lagi rapat sama bos atau di acara formal, itu pasti dianggap nggak pantes dan bisa dibilang vulgar. Begitu juga soal pakaian, pakaian renang di pantai itu wajar, tapi kalau dipakai ke mall atau kantor, jelas itu vulgar dan nggak pada tempatnya.

Situasi menentukan aturan mainnya. Ada tempat-tempat yang punya aturan ketat soal kesopanan, ada juga yang lebih santai. Memahami lingkungan sekitar kita itu penting supaya kita nggak salah tingkah dan dianggap vulgar. Makanya, kita harus pintar-pintar adaptasi sama kondisi.

Usia dan Latar Belakang Penonton/Pendengar

Apa yang pantas buat orang dewasa belum tentu pantas buat anak-anak. Obrolan atau tontonan yang vulgar buat anak kecil mungkin dianggap biasa aja buat orang dewasa. Sensitivitas setiap orang juga beda-beda, dipengaruhi pengalaman hidup, pendidikan, dan nilai-nilai yang dipegang. Seseorang yang dibesarkan di lingkungan yang ketat mungkin lebih gampang merasa sesuatu itu vulgar dibandingkan seseorang yang dibesarkan di lingkungan yang lebih terbuka.

Intinya: vulgar itu bukan cuma soal apa yang ditampilkan atau diucapkan, tapi juga siapa yang melihat/mendengar dan di mana.

Bentuk-Bentuk Vulgar

Vulgar itu bisa muncul dalam berbagai bentuk lho, nggak cuma soal kata-kata jorok atau pakaian seksi. Ini beberapa contohnya:

Bahasa dan Perkataan

Ini mungkin yang paling umum kita dengar. Kata-kata kotor, makian, lelucon yang terlalu cabul atau merendahkan, deskripsi yang terlalu eksplisit soal seks atau kekerasan, itu semua bisa dianggap vulgar. Penggunaan bahasa yang kasar atau kurang ajar di situasi yang nggak tepat juga termasuk. Strong language yang nggak perlu bisa bikin suasana jadi nggak nyaman dan dianggap vulgar.

Perilaku dan Tindakan

Gerakan tubuh yang dianggap nggak sopan, ekspresi wajah yang cabul, tindakan yang terang-terangan terkait seksualitas di tempat umum, atau bahkan cara makan dan minum yang terlalu kasar bisa dianggap vulgar. Intinya, perilaku yang dianggap melanggar norma kesopanan publik. Misalnya, kentut kenceng-kenceng di depan umum, itu bisa dianggap vulgar dalam artian kurang ajar dan nggak menghargai orang lain.

Pakaian dan Penampilan

Memakai pakaian yang terlalu terbuka di tempat atau situasi yang nggak tepat, atau berpakaian dengan cara yang norak atau berlebihan sehingga menarik perhatian negatif karena dianggap nggak punya selera yang baik (meskipun yang ini agak subjektif), bisa dianggap vulgar. Contoh paling jelas ya tadi, pakai bikini di kantor. Atau pakai baju yang ada gambar/tulisan sangat eksplisit di tempat umum yang banyak anak-anak.

Seni dan Hiburan

Film, musik, lukisan, atau pertunjukan yang menampilkan adegan atau lirik yang terlalu eksplisit, kasar, atau menampilkan kekerasan/seksual secara terang-terangan bisa memicu perdebatan apakah itu seni atau vulgar. Batasnya tipis banget di sini dan seringkali jadi topik diskusi publik. Apa yang dianggap berani dan artistik oleh satu orang, bisa dianggap vulgar dan nggak senonoh oleh orang lain.

Controversial artwork
Image just for illustration

Humor

Lelucon yang cabul, rasis, seksis, atau merendahkan bisa dianggap vulgar. Humor seringkali menguji batasan, tapi kalau sudah melewati batas kesopanan umum dan bikin banyak orang merasa nggak nyaman atau terhina, itu bisa masuk kategori vulgar. Humor yang baik biasanya nggak perlu merendahkan orang lain atau menggunakan kata-kata yang sangat kasar.

Mengapa Sesuatu Dianggap Vulgar?

Ada beberapa alasan kenapa masyarakat atau individu menganggap sesuatu itu vulgar:

  1. Melanggar Norma Sosial: Alasan paling utama. Vulgar dianggap merusak tatanan dan kesopanan yang sudah disepakati dalam masyarakat.
  2. Menyinggung Sensibilitas: Konten vulgar bisa bikin orang merasa illfeel, terkejut, atau bahkan terhina, terutama jika terkait dengan hal-hal yang sangat pribadi atau suci bagi mereka.
  3. Dianggap Kurang Beradab atau Kurang Selera: Vulgar sering dikaitkan dengan sesuatu yang norak, kasar, nggak halus, atau nggak punya selera yang baik dalam berperilaku atau berekspresi.
  4. Mendegradasi Sesuatu: Misalnya, penggambaran seksualitas yang vulgar bisa dianggap mendegradasi nilai keintiman menjadi sekadar objek kasar tanpa makna.

Vulgaritas vs. Kebebasan Berekspresi

Ini topik yang sering jadi perdebatan sengit. Di satu sisi, ada kebebasan berekspresi sebagai hak asasi. Orang berhak menyampaikan ide, perasaan, atau karya mereka. Di sisi lain, masyarakat juga punya hak untuk dilindungi dari hal-hal yang dianggap merusak moral, menyinggung, atau berbahaya, yang seringkali masuk dalam payung “vulgaritas”.

Menentukan batas antara ekspresi seni yang berani dan konten yang sekadar vulgar itu tricky. Apakah tujuannya untuk memprovokasi pikiran, mengkritik sosial, atau hanya cari sensasi murahan? Siapa yang menentukan batasnya? Pemerintah? Masyarakat? Masing-masing individu? Ini pertanyaan yang nggak ada jawaban tunggalnya dan terus dibahas di mana-mana.

Kadang, sesuatu yang awalnya dianggap vulgar dan kontroversial, lama kelamaan bisa diterima masyarakat dan dianggap sebagai karya seni penting. Begitu juga sebaliknya. Persepsi terhadap vulgaritas itu dinamis dan bisa berubah seiring perkembangan zaman dan perubahan nilai dalam masyarakat.

Fakta Menarik Seputar Vulgaritas

  • Asal Usul Kata: Seperti yang udah dibahas, kata “vulgar” awalnya justru netral, cuma berarti umum atau populer. Pergeseran maknanya menunjukkan gimana persepsi sosial terhadap “yang umum” vs “yang beradab” itu berubah.
  • Variasi Lintas Budaya: Apa yang dianggap tabu dan vulgar sangat bervariasi. Misalnya, telanjang dada di pantai umum di beberapa negara Barat itu wajar, tapi di banyak negara lain itu sangat vulgar. Atau soal makan menggunakan tangan, di beberapa budaya itu normal dan bahkan cara terbaik, tapi di budaya lain bisa dianggap kurang sopan di situasi formal.
  • Vulgaritas dalam Politik: Kadang politisi sengaja menggunakan bahasa atau gaya yang dianggap vulgar atau blak-blakan untuk menarik perhatian atau menunjukkan diri dekat dengan “rakyat biasa”. Ini strategi yang risky dan bisa jadi bumerang.
  • Sensor: Konsep vulgaritas sering jadi dasar untuk melakukan sensor terhadap konten media, seni, atau hiburan. Lembaga sensor di berbagai negara punya kriteria berbeda tentang apa yang dianggap terlalu vulgar untuk ditampilkan ke publik.

Menavigasi Dunia yang Penuh Potensi Vulgar

Di era digital sekarang, kita makin gampang terpapar berbagai macam konten, termasuk yang berpotensi vulgar. Gimana cara kita menyikapinya?

  1. Sadari Konteks: Selalu ingat bahwa vulgaritas itu tergantung konteks. Pahami di mana kamu berada, siapa audiensmu, dan apa tujuan komunikasimu.
  2. Hormati Perbedaan Sensitivitas: Apa yang nggak masalah buat kamu, mungkin masalah buat orang lain. Belajarlah menghargai kalau ada orang yang punya batasan berbeda soal apa yang dianggap pantas.
  3. Filter Konten: Di internet, kita bisa memilih mau lihat apa. Manfaatkan fitur filter atau blokir kalau ada konten yang kamu anggap terlalu vulgar dan nggak nyaman.
  4. Berhati-hati dalam Berekspresi: Kalau kamu nggak mau dianggap vulgar, pikirkan baik-baik sebelum bicara, menulis, atau memposting sesuatu, terutama di ruang publik seperti media sosial.

Someone thinking before posting
Image just for illustration

Tips untuk Menghindari Kesalahpahaman Terkait Vulgaritas

  • Kenali Audiens Anda: Siapa yang akan membaca, melihat, atau mendengar apa yang kamu sampaikan? Sesuaikan gaya bahasamu dan kontenmu dengan mereka.
  • Jika Ragu, Jangan Lakukan: Kalau kamu nggak yakin apakah sesuatu itu akan dianggap vulgar atau menyinggung, lebih baik cari cara lain untuk berekspresi yang lebih aman. Better safe than sorry.
  • Edukasi Diri: Pelajari norma dan nilai-nilai di lingkungan baru atau budaya lain kalau kamu sering berinteraksi dengan orang dari latar belakang berbeda.
  • Terbuka untuk Belajar: Kalau ada yang bilang kamu vulgar (tentunya dengan cara yang baik ya), coba dengarkan dan pahami perspektif mereka. Mungkin ada norma yang belum kamu tahu.

Memahami apa itu vulgar bukan berarti kita jadi kaku atau nggak bisa berekspresi bebas. Justru dengan memahami konteks dan subjektivitasnya, kita bisa jadi lebih bijak dalam berkomunikasi dan berinteraksi, serta lebih menghargai perbedaan pandangan orang lain. Ini tentang keseimbangan antara kebebasan diri dan menghormati orang lain dan norma yang ada.

Pada akhirnya, apa yang dianggap vulgar itu adalah cerminan dari nilai-nilai dan batasan-batasan yang dipegang oleh individu, kelompok, atau masyarakat pada waktu dan tempat tertentu. Itu adalah garis imajiner yang terus bergeser dan jadi pengingat bahwa kita hidup bersama orang lain dengan sensitivitas yang berbeda-beda.

Nah, itu dia sedikit bedah soal apa yang dimaksud dengan vulgar. Gimana menurut kamu? Apakah ada hal lain yang kamu anggap vulgar? Atau mungkin kamu punya pengalaman seru terkait kesalahpahaman soal vulgaritas? Yuk, share di kolom komentar di bawah!

Posting Komentar